Foto Ist |
MENARIK untuk dicermati dan dianalisis program baru Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI terkait dengan tujuh kebiasaan anak hebat; bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan istirahat dengan cepat.
Kemudian dikorelasikan dengan program makan bergizi gratis, seperti yang gencar disampaikan kepada masyarakat dan media.
Ada banyak pertanyaan yang bermunculan—baik yang bernada optimis maupun pesimis—Apakah program ini akan berjalan dengan baik? Langkah antisipasinya seperti apa?
Apakah program makan bergizi ini akan mendukung tujuh kebiasaan anak hebat yang diidamkan atau malah sebaliknya memunculkan sarang baru korupsi?
Program tujuh kebiasaan anak hebat yang digagas Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, terutama dengan penguatan program makan bergizi gratis, adalah langkah strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan dari sisi non-akademik.
Program yang sangat luar biasa ini tentu bisa dianalisis secara mendalam tentang potensi keberhasilannya, tantangan, dan langkah antisipasi terhadap risiko pelaksanaan programnya.
Potensi Keberhasilan Program
Potensi
program ini bisa dinilai akan berhasil, jika;
Pertama, Sinergi Kebiasaan Positif.
Program makan bergizi gratis mendukung kebiasaan makan sehat dan bergizi. Dengan asupan nutrisi yang mencukupi, anak-anak dapat lebih fokus dalam belajar dan beraktivitas. Kebiasaan seperti olahraga dan belajar menjadi lebih efektif karena anak-anak memiliki energi yang cukup dan daya tahan tubuh yang lebih baik;
Kedua, Dampak Holistik.
Selain memperbaiki kondisi kesehatan fisik, program ini berpotensi mengurangi angka stunting dan malnutrisi di kalangan anak usia sekolah. Kebiasaan ini menciptakan disiplin harian yang dapat membentuk karakter anak hingga dewasa;
Ketiga, Penguatan Moralitas dan Kebersamaan.
Melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program ini (misalnya, pengawasan atau penyediaan bahan makanan lokal) dapat memperkuat rasa kebersamaan dan tanggung jawab kolektif.
Tantangan yang Dihadapi
Tentu pelaksanaan program yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah ini di samping memiliki potensi keberhasilan juga menghadapi tantangan yang jika tidak dilakukan langkah antisipasi, akan menjadi persoalan baru.
Tantangan itu antara lain;
Pertama, Logistik dan Infrastruktur.
Penyediaan makanan sehat di sekolah secara merata di seluruh Indonesia membutuhkan infrastruktur yang baik, terutama di daerah terpencil. Distribusi bahan makanan segar harus diatur dengan baik agar tidak terjadi pemborosan atau kerusakan;
Kedua, Pengawasan Anggaran.
Dengan alokasi anggaran besar, potensi penyalahgunaan dana atau korupsi menjadi ancaman serius;
Ketiga, Ketahanan Implementasi.
Kebiasaan anak membutuhkan waktu untuk terbentuk, dan implementasi program sering kali terbentur oleh keterbatasan SDM di sekolah.
Antisipasi Risiko
Lalu bagaimana langkah antisipasi yang harus dilakukan, supaya tujuan baik ini tidak malah memunculkan masalah baru?
Hal yang bisa dilakukan;
Pertama, Transparansi dan Digitalisasi.
Menggunakan sistem digital untuk mencatat pengeluaran dan distribusi makanan. Memberikan akses kepada masyarakat untuk memantau pelaksanaan program melalui laporan berkala yang dapat diakses public;
Kedua, Pendidikan Moral bagi Aparat dan Pelaksana.
Membekali pelaksana di lapangan dengan pelatihan antikorupsi. Melibatkan lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan program;
Ketiga, Keterlibatan Komunitas.
Memberdayakan orang tua siswa dan komunitas lokal untuk ikut serta dalam pengawasan. Mengintegrasikan bahan pangan lokal agar ekonomi masyarakat sekitar juga meningkat;
Keempat, Audit Berkala.
Melakukan audit keuangan dan operasional secara berkala untuk memastikan program berjalan sesuai rencana.
Risiko Korupsi: Apakah Tidak Terhindarkan?
Program besar seperti ini selalu berpotensi menjadi sarang korupsi jika pengawasannya lemah. Potensi korupsi dapat muncul dalam hal; Mark-up harga bahan makanan. Pengadaan makanan yang tidak sesuai standar. Manipulasi data penerima manfaat.
Maka diperlukan juga pelibatan pihak lain untuk meminimalisir risiko, misalnya melibatkan KPK sejak awal dalam perancangan dan pengawasan anggaran. menggunakan teknologi seperti blockchain untuk transparansi dana.
Jika diterapkan dengan pengawasan yang ketat, program ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup dan pendidikan anak-anak Indonesia.
Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada;
Pertama, Komitmen politik untuk memastikan anggaran tepat sasaran;
Kedua, Sinergi antara pemerintah, sekolah, dan Masyarakat;
Ketiga, Teknologi dan mekanisme pengawasan yang canggih.
Pendekatan kolaboratif dan berorientasi jangka panjang menjadi kunci untuk mencegah kegagalan atau penyimpangan. Program ini tidak hanya memupuk kebiasaan baik, tetapi juga bisa menjadi katalisator untuk reformasi pendidikan di Indonesia. (*)
Oleh: MASDUKI DURYAT, Penulis adalah Dosen Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon dan tinggal di kandanghaur Indramayu.
Artikel ini merupakan pendapat atau karya pribadi penulis. Seluruh isi
artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih-Redaksi)pro
Komentar0