TfClTSA0GfroTUC5GUd9TUC8BA==

LEGENDA Walet Haurgeulis; Sebuah Kenangan

Bangunan sarang walet/Foto Ist

MENGUAK cerita burung walet tak akan luput dari intermezo (omong kosong-red). Bahwa burung dengan nama ilmiah Apodidae ini adalah burung ghaib.

 

Kok aneh ya?  burung yang kelihatan berterbangan diatas langit disebut burung ghaib. Padahal terlihat nyata, bisa dipegang.

 

Perdebatan berlanjut karena tidak banyak orang yang tahu perbedaan antara burung walet, burung layang-layang, kapinis atau sriti.

 

Suatu saat kita akan berbincang tentang ilmu tersebut.

 

Tulisan perdana ini akan berbincang tentang fenomena wilayah Kecamatan Haurgeulis yang konon dulu termasuk daerah sentra budidaya walet.  

 

Kita awali dengan mengupas penelitian ahli IPB dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Jurusan Ekonomi Pertanian, Prodi Agribisnis yang dilakukan pada bulan April sampai akhir Mei 1994.

 

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

 

Atau 30 tahun yang lalu? Wow..

 

Yang menjadi pemikiran awal dari penelitian ini adalah bahwa banyak yang ingin mencoba untuk memelihara walet. Akan tetapi informasi mengenai usaha ini belum banyak diketahui.

 

Mengingat hal tersebut, maka perlu diadakan suatu penelitian awal untuk mengetahui profil peternakan sarang burung walet.

  

Tujuan penelitian adalah mengidentikasi karakteristik peternak, menganalisis pemanfaatan faktor-faktor produksi, serta menganalisa faktor-faktor penghambat kelancaran usaha sarang burung walet.

 

Penelitian dilakukan dengan metode survey terhadap 35 peternak burung walet yang dipilih secara acak (simple random sampling).

 

Data yang berhasil dikumpulkan disusun dalam tabel frekwensi untuk kemudian dilakukan interpretasi dari masing-masing tabel secara deskriptif.

 

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata usaha memelihara burung walet di Kecamatan Haurgeulis masih bersifat tradisional dan bertujuan komersial.

Beternak sarang burung di Haurgeulis dilakukan hanya sebagai sambilan.

 

Kebanyakan peternak berada pada usia produktif (74,29%) serta berpendidikan hanya sampai tingkat SD (42,86%),

 

Kemudian, pekerjaan utama pedagang (77,14%) dan 80% peternak berpengalaman 5-10 tahun.

 

Dari data awal tahun 1994 itu nampak bahwa budidaya burung walet di Kecamatan Haurgeulis dilakukan sebagai sambilan saja, belum pada skala profesional.

 

Sedangkan profesi utama para peternak adalah pedagang atau 77,14%.

 

Hal tersebut terlihat dari bentuk fisik bangunan yang juga dijadikan tempat usaha seperti ruko pada lantai satu atau dibelakang tempat usahanya.

 

Mereka yang berani membuka usaha budidaya membutuhkan modal yang tidak kecil termasuk lahan atau ruangan khusus sebagai lantai tambahan.

 

Tahun 1994 adalah booming kedua tentang usaha penangkaran burung walet yang mampu merubah cara hidup dan pemanfaatan lahan dengan perhitungan ekonomi tinggi, adanya prospek bahwa akan  lahan usaha baru.

 

Pada tahun-tahun tersebut telah muncul kegiatan ekonomi baru dari pemanfaatan lahan.

 

Sewa menyewa, jual beli, pekerjaan baru seperti sebagai penjaga gudang.

 

Tetapi tidak sedikit dengan harga tanah yang semakin tinggi nilai ekonominya membuat sebagian malas untuk usaha dan lebih kreatif.

 

Investasi bangunan ta kunjung membuahkan hasil. 

 

Menunggu untuk waktu yang lama harapan akan merubah ekonomi, berubah menjadi penantian berkepanjangan.

 

Berapa banyak para petualang petani walet yang tidak paham budidaya burung walet berakhir dengan kebangkrutan.

 

Kenapa? karena literatur tentang cara budidaya burung walet ini hanya bahasan dari mulut kemulut. Kadang lebih pada kearah mistis.

 

Mereka yang memilki pengalaman budidaya walet, berkembang, menghasilkan banyak untung justru hampir bungkam tidak pernah menyampaikan kepihak lain.

 

Sehingga pengetahuan budidaya burung walet hanya untuk keluarga si fullan saja demikian juga keluarga asiong.

 

Ketertutupan informasi itu beranjut sampai pemanfaatn teknologi suara, baik player tape mobil, CD Player, MP3 Player dan Disc Player.

 

Harganya gila-gilaan. Tinggi sekali. Demikian juga dengan soft player suara burung didunia maya yang beredar. Harganya mulai ratusan ribu sampai jutaan rupiah.

 

Akses untuk mendapatkan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) terbatas karena faktor pendidikan, pergaulan dan pengalaman.

 

Menjadi keterbatasan petani/penangkar yang dituntut untuk mengikuti perkembangan cara budidaya walet yang ideal.

 

Setelah tahun 2010, perkembangan informasi dan ilmu perwaletan semakin mudah didapat.

 

Tapi ironisnya, seiring hal tersebut perubahan alam ideal yang selama ini disukai oleh burung walet sudah semakin rusak.

 

Teori dasar untuk membangun Rumah Burung walet ada 3 hal. Jika terdapat satu atau lebih hal tersebut adalah ideal.

 

Pertama, Daerah Lintasan.

 

Adalah saat mana wilayah yang akan menjadi lokasi bangunan rumah walet pada ketinggian tertentu diatas langit.

 

Setiap pagi dan sore hari dalam hitungan 1 menit melintas burung walet 30–50 ekor burung.

 

Burung-burung tersebut asumsinya berasal dari habitat yang sudah terbentuk dan terbang menuju satu lokasi  untuk mencari makan.

 

Kedua, Daerah Perburuan.

 

Adalah suatu kondisi dimana satu wilayah banyak burung walet untuk mencari makan berupa serangga.

 

Seperti area tambak, hutan, persawahan, pantai, penggilingan gabah, rumah-rumah tua maupun bangunan tinggi.

 

Ketiga, Daerah Habitat

 

Adalah suatu wilayah yang sudah terdapat bangunan rumah walet dan sudah produktif.

 

Ketiga hal tersebut adalah keadaan ideal untuk menentukan lokasi bangunan.

 

Coba kita tengok perubahan alam 15 tahun setelah hasil penelitian tentang walet di Haurgeulis yang dikeluarkan oleh pusat penelitian IPB tahun 2015.

 

Kabupaten Indramayu menjadi salah satu wilayah dengan tingkat konversi lahan pertanian cukup tinggi.

 

Hal ini didorong oleh tingginya permintaan lahan untuk pembangunan fasilitas pendidikan, pemukiman, dan kegiatan perekonomian lain.

 

Alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat menyebabkan permasalahan pangan.

 

Penelitian ini bertujuan mengetahui dinamika perubahan penggunaan lahan pertanian untuk mendukung kemandirian pangan.

 

Dinamika perubahan penggunaan lahan dapat diamati dari perubahan penggunaan lahan secara multitemporal.

 

Yaitu dengan melakukan tumpang susun antara penggunaan lahan tahun 1994-2008 dan 2008-2015.

 

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data penggunaan lahan tahun 1994, 2008, dan 2015 yang bersumber dari foto udara tahun 1994, citra ikonos tahun 2008, SPOT 6 tahun 2015, dan data statistik.

 

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan lahan di Indramayu pada tahun 1994 didominasi oleh lahan sawah seluas 133.716 ha (65%), tambak seluas 18.780 ha (9%) dan permukiman seluas 16.627 ha (8%).

 

Selanjutnya pada tahun 2015, luas lahan sawah turun menjadi 132.097 ha (64%) dan pemukiman meningkat menjadi 18.625 ha (9%) )

 

Dengan analisis tersebut diatas nampak bahwa perubahan alam dan alih fungsi lahan yang telah menjadikan usaha budidaya burung walet sudah tidak lagi menjanjikan.

 

Lalu kemanakah burung-burung yang biasanya banyak sekarang tinggal?

 

Mereka migrasi kedaerah-daerah yang alamnya masih memungkinkan mendapatkan serangga.

 

Seperti Kalimantan, Sumatera atau daerah dan wilayah yang alamnya masih kondusif.

 

Haurgeulis adalah fenomena tentang penangkaran burung walet yang menyisakan gedung-gedung kosong tak berpenghuni karena perubahan fungsi lahan.

 

Walaupun masih ada yang menghasilkan tetapi penurunannya hampir 70 %. Berapa banyak gedung walet megah yang sejak pembangunannya tahun 2000-an sampai sekarang tidak ada penghuninya. (*)

 

)*1. Profil peternakan sarang burung walet di Kecamatan Haurgeulis (1994) Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Jurusan Ekonomi Pertanian, Prodi Agribisnis, IPB

 )*2. Analisis Spasisal Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian untuk Mendukung Kemandirian Pangan di Kabupaten Indramayu (2017), Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor

Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerjasama, Badan Informasi Geospasial

Gedung Sekolah Pascasarjana Lantai II Kampus IPB Barangsiang Bogor

 

Oleh; Drs EDY WAHYONO, petani dan peminat budidaya burung walet, pensiunan tinggal di Haurgeulis, wedy99@yahoo.co.id-

 

Artikel ini merupakan pendapat atau karya pribadi penulis. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih-Redaksi)

Komentar0

Simak artikel pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih kanal favoritmu! Akses berita Proinbar.com lewat:

Advertisement


Type above and press Enter to search.

close
close