TfClTSA0GfroTUC5GUd9TUC8BA==

MACHIAVELLI dan KEN AROKISME; Penguasa Itu Harus Licik!

Oleh: Masduki Duryat

EUFORIA Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 ini cukup menarik untuk dicermati, dengan tampilnya beberapa nama yang akan dipilih dalam kontestasi Pilkada 2024.

 

Ini penting dikedepankan karena menilik peran seorang pemimpin akan menentukan masa depan suatu daerah.

 

Apakah akan bisa kompetitif dengan daerah lain atau akan semakin terpuruk dalam penderitaan dan kemiskinan. Atau mungkin juga akan mengalami stagnasi, ‘jalan di tempat’.

 

Hanya terjebak pada retorika dan program lipservice yang tidak substantif. Misalnya hanya merubah warna cat jembatan, gedung-gedung pemerintahan dan warna kerudung atau pakaian.

 

Jalan Seorang pemimpin


Memimpin itu menderita, memimpin itu tanggungjawab, memimpin itu memotivasi, demikian yang ditulis oleh Alfan Alfian.

 

Tentu banyak lagi sederet kalimat untuk menjelaskan tentang makna kepemimpinan.

 

Mungkin juga ada yang menulis pemimpin sama dengan kekuasaan yakni  sebuah kesempatan dan peluang untuk memperkaya diri dan kroninya.

 

Atau bahkan mungkin juga ada yang ‘aneh’—di zaman Kalatida, zaman edan seperti yang disampaikan Ronggo Warsito—masih ada yang mengatakan bahwa kekuasaan bukanlah segalanya, kekuasaan itu intinya adalah mensejahterakan rakyat.

 

Fragmentasi yang diperlihatkan para pemimpin kita—atau lebih tepat disebut penguasa—sekarang ini cukup miris dan memprihatinkan.

Data-data dari KPK cukup menjadi alasan, banyak di antara mereka yang kemudian berakhir di balik jeruji penjara.

 

Seorang politisi ada karena berjanji; banyak di antara mereka yang berjanji ‘akan membangun jembatan walaupun tidak ada sungai’, garam tidak selamanya berasa asin, antara janji dan realisasi adalah dua hal yang berbeda.

 

Persis seperti yang disampaikan oleh Machiavelli.

 

Machiavelli dan Ken Arokisme; Penguasa Harus Licik dan Penuh Kedustaan


Pada tulisannya tentang ‘Sang Penguasa dari Machiavelli’, Wawan Darmawan menulis pandangan Filosof politik Italia, Niccolo Machiavelli.

 

Machiavelli termasyhur karena nasihatnya yang blak-blakan bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa dan memperkuat kekuasaannya haruslah menggunakan tipu muslihat, licik dan dusta, digabung dengan penggunaan kekejaman penggunaan kekuatan.

 

Para raja atau penguasa yang telah berhasil melakukan hal-hal yang besar adalah mereka yang menganggap mudah atas janji-janji mereka.

 

Mereka yang tahu bagaimana memperdayakan orang dengan kelihaiannya dan akhirnya menang terhadap mereka yang memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran.

 

Ada dua cara berjuang yaitu melalui hukum (merupakan cara yang wajar bagi manusia) atau melalui kekerasan (cara bagi binatang).

 

Seorang raja atau penguasa harus tahu bagaimana menggunakan dengan baik cara-cara manusia dan binatang.

 

Hal ini dimaksudkan raja atau penguasa tidak boleh menyimpang dari yang baik—jika itu mungkin—ia harus mengetahui bagaimana bertindak jahat, jika diperlukan.

 

Dalam legenda Jawa, kita mengenal suksesi ala Ken Arok.

 

Alfan Alfian menulisnya dengan lugas dalam buku ‘Wawasan Kepemimpinan Politik’, Ken Arok dikisahkan, bagaimana ia memesan senjata keris ke Empu Gandring.

 

Keris itu rencananya akan digunakan Ken Arok untuk membunuh Adipati Tunggul Ametung, sekaligus merebut tahta kekuasaan Singasari dan memperistri Ken Dedes.

 

Konon Ken Arok habis kesabarannya dan gelap mata ketika keris yang dibuat oleh empu Gandring belum sepenuhnya rampung. 

 

Direbutnya keris itu, sang empu pun lalu dibunuhnya. Dalam keadaan sekarat empu Gandring mengutuknya, ‘nyupatani’; keris akan memakan banyak korban.

 

Belakangan kita mengetahui, bagaimana Ken Arok melakukan strategi memfitnah Kebo Ijo.

 

Diberikannya keris itu ke Kebo Ijo dan di tangannya, keris itu ia pamerkan ke khalayak.

 

Tapi di suatu malam, di kala lengah, Ken Arok mengambil keris itu, dan digunakannya untuk membunuh Tunggul Ametung, keris menancap di dadanya.

 

Lalu gegerlah segenap Kadipaten. Siapa pembunuhnya? Di sini Ken Arok berteriak lantang; Kebo Ijo! Tangkap Kebo Ijo!

 

Singkat kata, Ken Arok pun tampil sebagai pahlawan dan secara cepat mengambil alih kekuasaan.

 

Inilah yang disebut Ken Arokisme, menghalalkan segala cara demi kekuasaan—suatu kisah yang substansinya mirip dengan apa yang disampaikan/dianjurkan oleh Machiavelli dalam Il Principe di atas.

 

Akankah ini menjadi sebuah isme baru bagi para pemimpin kita untuk merengkuh kekuasaan?

 

Waktu yang akan menjawabnya, tetapi ‘hilalnya’ sudah semakin nampak sekarang ini.

 

Tapi kita masih memiliki optimisme, masih ada banyak para pemimpin daerah yang memiliki idealisme untuk memimpin dengan cinta, hati dan niat mensejahterakan rakyatnya.

 

Dalam konteks demikian agaknya perlu juga berpaling pada pandangan Rocky Gerung untuk memilih seorang pemimpin lebih pada kriteria yang harus dimilikinya.

 

Kriteria Pemimpin; Perspektif Rocky Gerung


Supaya tidak terjabak pada saran dan pandangan Machiavelli juga Ken Arokisme yang menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.

 

Rocky Gerung menyodorkan beberapa kriteria seseorang yang layak untuk diangkat dan dipilih menjadi pemimpin.

 

Mengangkat dan memilih pemimpin itu bukan dimulai dari elektabilitas.

 

Meminjam Bahasa Rocky Gerung harus dimulai dari;

 

Pertama, Etikabilitas, apakah dia pernah korupsi, menipu, ingkar janji, dan tindak amoral lainnya, bahkan menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan;

 

Kedua, Intelektualitas, kemampuan keilmuan, untuk bisa berdialog dan menarasikan program kepada masyarakatnya atau bahkan kemampuan berdiskusi/berdebat, bernegosiasi dengan pemimpin lain di level regional, nasional, dan dunia.

 

Yang pasti ia tidak mengandalkan pada ‘para pembisiknya’, sehingga tidak terjebak pada adagium ‘berkuasa, tapi sejatinya tidak memiliki kekuasaan’;

 

Ketiga, Elektabilitas, Tingkat keberterimaan masyarakat terhadap kepemimpinannya, acceptable, dan pengakuan masyarakat atas kepemimpinannya. (*)

 

Wallahu’alam bi al-shawab

 

Oleh; MASDUKI DURYAT, Penulis adalah dosen Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu.

 

Artikel ini merupakan pendapat atau karya pribadi penulis. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

Komentar0

Simak artikel pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih kanal favoritmu! Akses berita Proinbar.com lewat:

Advertisement









Type above and press Enter to search.