![]() |
Proyek perbaikan gorong-gorong di jalur pantura Losarang, Kabupaten Indramayu/Foto Istimewa |
KEMENTERIAN PUPR atau siapapun
yang bertanggung jawab terhadap pembangunan jalan raya, berulang melakukan
kesalahan hal yang sama.
Beberapa
waktu yang lalu membongkar gorong-gorong yang melintasi jalan raya Winong
Cirebon.
Setelah
dibongkar terjadi pembiaran berlarut-larut, dibiarkan pengguna jalan bermacet
ria.
Lama Bekerja, Belum Tentu Berpengalaman
Hal
yang sama berulang di tempat lain, kali ini di jalan raya Losarang, Kabupaten Indramayu.
Antrian
panjang pengguna jalan terutama mobil dan kendaraan motor.
Lama
mengerjakan tugas di bidangnya belum tentu berpengalaman—kadang hanya terjebak
pada rutinitas—harusnya sebelum jalan dibongkar disediakan dulu fasilitas
sarana, prasarana serta tenaga yang diperlukan.
Sehingga
setelah dibongkar semua sudah siap untuk dibangun kembali.
Tidak
seperti ini, dibongkar, lalu ditinggal, terjadi pembiaran yg cukup lama.
Masyarakat pengguna jalan dibiarkan dalam kemacetan.
Berapa
kerugian yang dialami masyarakat pengguna jalan, dari sisi waktu, tenaga dan
finansial?
Jum’at
kemarin (12/07/2024) terjadi antrian panjang yang sangat melelahkan bagi
pengguna jalan raya.
Hal
ini disebabkan pembongkaran gorong-gorong yang menyebabkan sebagian jalan harus
dirusak dan dibiarkan.
Ditambah
tidak disiplinnya pengguna jalan—terutama para sopir mobil—yang kemudian
menyebabkan kecelakaan dan semakin menambah ‘penderitaan baru’ bagi pengguna
jalan karena kanan-kiri jalan raya semuanya macet.
Seorang
sahabat, dokter yang bekerja di salah satu Rumah Sakit menuturkan, “Saya
tinggal di Wilayah Barat Indramayu, menuju Timur Indramayu atau sebaliknya dari
Timur ke Barat Indramayu harus melintasi wilayah Losarang berjam-jam, tidak
hanya tenaga, waktu tetapi juga pasien yang harus menunggu berlama-lama dengan
taruhan nyawa’.
Tindakan Abai; Belajar dari Malaysia
Kalau
di Malaysia, masyarakat bisa melakukan gugatan kepada pemerintah—dinas
terkait—karena telah abai dalam melaksanakan tugas.
Pengguna
kendaraan bermotor misalnya, ada lubang di jalan yang tidak segera diperbaiki
lalu terjadi kecelakaan, bisa melakukan gugatan.
Di
kita 'menggugat' pasti ditertawakan. Padahal itu hak kita—masyarakat pengguna
jalan—dan pemerintah melakukan tindakan abai tehadap keselamatan masyarakatnya.
Bongkar
lalu ditinggal, manajemen seperti apa ini? Tindakan ini secara berulang
dilakukan oleh dinas yang mengurusi jalan, dengan memperlihatkan
ketidakprofesionalannya.
Pembangunan; Sebuah Teori
Banyak
pakar yang menyodorkan definisi
pembangunan, salah satunya Deddy T. Tikson yang dijelaskan Syamsiah “bahwa pembangunan nasional dapat diartikan sebagai taransformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan
strategi menuju arah yang diinginkan”.
Dengan demikian—sebagaimana disebutkan
Syamsiah—Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, social, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community/group).
Hal yang terpenting dari pembangunan adalah adanya
kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.
Pada pandangan Mahi dan Trigunarso, pembangunan adalah
sebuah upaya berkesinambungan menciptakan keadaan yang dapat menyediakan lebih
banyak alternative yang sah (valid) bagi setiap warga Negara untuk
mencapai aspirasinya yang paling humanistic.
Pada umumnya, Mahi dan Trigunarso menambahkan “Bahwa
aspirasi yang humanistic tersebut
dinyatakan sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat (society welfare).”
Secara filosofis pendefinisian tersebut dapat diterima,
tetapi yang jelas definisi tersebut kurang operasional, sedangkan pada umumnya
para ahli pengembangan wilayah ingin mencari tolok ukur kapan pembangunan itu
telah terjadi.
Jadi dalam konteks filosofis diakui bahwa setiap individu
memiliki aspirasi yang dinamis. Satu tujuan tercapai, muncul aspirasi yang
lain. Peningkatan pendidikan, pendapatan akan menimbulkan aspirasi yang lain,
dan ini semua adalah pembangunan.
Secara umum tujuan pembangunan ingin mewujudkan bangsa
yang maju, mandiri, dan sejahtera lahir dan bathin.
Sebagai dasar pijak bagi tahap pembangunan berikutnya
menuju masyarakat adil makmur.
Untuk mewujudkan sasaran tersebut, maka titik berat
pembangunan diletakkan pada bidang ekonomi, yang merupakan penggerak utama
dalam pembangunan seirama dengan peningkatan mutu sumber daya manusia dan
diarahkan secara saling memperkuat, berkelindan satu sama lain, dan
terintegrasi dengan pembangunan bidang-bidang lainnya.
Deddy
T. Tikson, menilai “Indicator dan variable keberhasilan pembangunan bisa berbeda di setiap Negara. Pada negara-negara yang masih
miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan masih
sekitar
kebutuhan-kebutuhan dasar. Seperti
listrik
masuk
desa, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya di Negara-negara yang telah memenuhi kebutuhan
tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada fakor-faktor sekunder dan tersier”.
Tetapi menurut Mahi dan Trigunarso ada kriteria yang menjadi
tolok ukur keberhasilan pembangunan yang dapat diterima secara umum.
Yaitu; Pertama,
Pertumbuhan GNP; Gross National product adalah
suatu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan dari kerja produktif pertahun
oleh suatu Negara.
GNP tetap sebagai salah satu kriteria, karena pembangunan
selalu meningkatkan aspirasi. Pencapaian aspirasi yang meningkat memerlukan
akumulasi modal;
Kedua. Pendapatan perkapita;
wajarnya pertumbuhan ekonomi harus selalu melebihi pertumbuhan penduduk, karena
bila pertumbuhan ekonomi lebih kecil dari pertumbuhan penduduk maka rerata
pendapatan (kesejahteraan masyarakat) akan menurun.
Karena pendapatan perkapita merupakan suatu pendekatan
agregat yang menyembunyikan ketimpangan;
Ketiga, Kesempatan kerja; kerja
adalah suatu kegiatan yang langsung atau tidak langsung menimbulkan sejumlah
nilai tambah. Tetapi tidak semua nilai tambah kembali ke tenaga kerja.
Semakin rendah tingkat pengangguran suatu wilayah atau
Negara maka akan semakin berkembang suatu wilayah atau Negara tersebut.
Keempat, Kemiskinan; seseorang
masuk kategori miskin apabila orang tersebut dikategorisasikan tingkat
pendapatannya tidak memungkinkan untuk mengikuti tata nilai dan norma-norma
yang dijunjung tinggi di dalam masyarakat.
Di dalam teori sumber kesejahteraan adalah konsumsi. Tidak
mungkin seseorang dapat menyadap utility tanpa
adanya konsumsi. Jika demikian kesejahteraan relative tiap individu harus
diproyeksikan dari tingkat konsumsinya.
Secara umum ada beberapa jenis kemiskinan, yaitu (a)
kemiskinan alamiah, yaitu yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya alam;
(b) kemiskinan structural, yaitu yang berhubungan dengan sifat kelangkaan yang
disebabkan oleh manusia itu sendiri.
Sumber daya kaya tetapi dikuasai oleh orang lain sehingga
yang memiliki sumber daya tetap miskin.
Kelima, Kelestarian lingkungan
hidup; aspek lingkungan hidup menjadi sangat penting sejak tahun 1960-an. Hal
ini dirasakan dengan pasti bahwa industry seringkali menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup.
Secara sempit, dalam konteks pembangunan jalan raya tentu
harus berimplikasi pada kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi secara cepat.
Sehingga budaya kerja yang menghambat dan tidak
professional harus segera ditinggalkan.
Sebagaimana disebutkan di atas, hal yang terpenting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi.
(*)
Oleh: MASDUKI DURYAT
*)Penulis adalah Dosen UIN Siber Syakh Nurjati Cirebon dan
Ketua STKIP Al-Amin Indramayu, Tinggal di Kandanghaur
Komentar0